Bab XI - Pisah meja dan ranjang
233.
Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan,
si suami atau si istri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. ugatan
untuk itu dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui
batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah
seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126, 200,
209; Rv. 841.)
234.
Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti
gugatan untuk perceraian perkawinan. (KUHPerd. 207 dst., 216 dst.; Rv. 831
dst.)
235.
Suami atau istri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang,
tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian perkawinan atas dasar yang sama.
(KUHPerd. 209.)
236.
Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua
suami-istri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk
mengemukakan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak boleh diizinkan,
kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua tahun. (KUHPerd. 200, 202,
208.)
237.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta pisah meja dan ranjang,
suami-istri itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu,
baik yang mengenai diri mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang
tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan
yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan,
harus dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya
diatur olehnya. (KUHPerd. 104 dst., 124 dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298
dst.)
238.
Permintaan kedua suami-istri harus diajukan dengan surat permohonan kepada
pengadilan negeri tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan
baik salinan akta perkawinan maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam
alinea pertama pasal yang lampau. (Rv. 831 dst.)
239.
Berkenaan dengan itu pengadilan negeri akan memerintahkan kedua suami-istri
untuk bersama-sama secara pribadi menghadap seorang atau lebih hakim anggota
yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka. Bila suami-istri
itu bertahan dengan niat mereka, hakim akan memerintahkan mereka untuk
menghadap lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832, 834.) (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk
menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi ke rumah suami-istri itu,
(s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497, 678 jo. 1926-63.) Bila
suami-istri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana pengadilan negeri itu
bertempat kedudukan, pengadilan negeri atau dalam hal tidak ada badan semacam
itu dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan
yang dimaksud dalam tiga alinea yang lampau. Pejabat yang telah ditunjuk itu
akan membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan segera
mengirimkan kepada pengadilan negeri. (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila
seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar
Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada seorang hakim di negara
tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami-istri atau salah
seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau
menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat
suami-istri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus
dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
240.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Pengadilan negeri harus mengambil
keputusan enam bulan setelah berlangsung pertemuan kedua. (KUHPerd. 202.)
(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 230b dan 230C berlaku
sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan
orang tua.
241.
Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah
diberikan keputusan, suami-istri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan
banding dengan surat permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247, 1023.)
242.
Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu
suami-istri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst.,
200.)
243.
Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan
dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan.
(KUHPerd. 128, 186, 232, 1066 dst.)
244.
Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta istrinya
ditangguhkan. Si istri mendapat kembali keleluasaan untuk mengurus hartanya,
dan sekaligus adanya ketentuan dalam pasal 108 dapat memperoleh kuasa umum dari
hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak. (KUHPerd. 105, 124,
194.)
245.
Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara
terang-terangan. Selama pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung,
putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826, 843.)
246.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai
dengan 220, pasal 222 sampai dengan 228, dan pasal 231, berlaku juga terhadap
pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah seorang dari suami-istri
terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang,
pengadilan negeri, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua
dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus
menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang
tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat
atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan
hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dari
kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 319a.) Ketetapan ini berlaku setelah hari
putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan serta
banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan ini, pihak orang tua yang
tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, boleh melakukan
perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak
menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah
penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Pihak orang tua yang telah
menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan
orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap
penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea
ketiga. (Rv. 341.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan pasal
230c berlaku sama terhadap ayah dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan
kekuasaan orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang tua itu berlaku alinea
keempat pasal 206.
246a.
(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Berdasarkan keadaan yang timbul setelah
putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti, pengadilan
negeri boleh mengadakan perubahan pada penetapan-penetapan yang telah diberikan
berdasarkan alinea kedua pasal yang lampau, atas permohonan kedua orang tua
atau salah seorang dari mereka, setelah mendengar dan memanggil dengan sah
kedua orang tua dan para keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang
masih di bawah umur. Penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54 dst.)
Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206 dalam hal ini berlaku.
246b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila anak-anak yang masih di bawah umur
itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 246 dan
pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orang tua, atau dalam
kekuasaan si ayah, si ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak
itu berdasarkan alinea pertama pasal 246 dan sesuai dengan pasal 214, maka
dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam
hal ini berlaku.
247.
Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama
pasal 237, hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan
kedua suami-istri, maka pisah meja dan ranjang itu memperoleh segala akibat
yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd. 206.)
248.
Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian
suami-istri, dan perdamaian itu menghidupkan kembali segala akibat dari
perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan
perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan
dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan
suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 149,
196 dst., 200, 216, 244.)
249.
Bila putusan yang menyatakan suami-istri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan
secara jelas, suami-istri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat
perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara
jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada. (KUHPerd. 152, 245.)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !