Bab VIII - Gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada
perkawinan kedua atau selanjutnya
180.
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya, menurut hukum ada gabungan
harta-benda menyeluruh antara suami-istri, bila dalam perjanjian kawin tidak
diadakan ketentuan lain. (KUHPerd. 119, 139.)
181.
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan
dari perkawinan yang sebelumnya, suami atau istri yang baru, oleh percampuran
harta dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan
yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak,
atau bila anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh keturunannya dalam
penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali
tidak boleh melebihi seperempat bagian dari harta-benda suami atau istri yang
kawin lagi itu. Anak-anak dari perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada
waktu terbukanya warisan dari suami atau istri yang kawin lagi, berhak menuntut
pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan,
masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd. 182, 185, 231, 842, 902, 913 dst., 920,
929, 1060.)
182.
Suami atau istri, yang mempunyai anak-anak dari perkawinan yang terdahulu dan
melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau
istri yang baru, dengan perjanjian kawin pun, keuntungan-keuntungan yang lebih
daripada yang tersebut dalam pasal sebelum ini. (KUHPerd. 168, 902.)
183.
Suami-istri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi
hibah lebih daripada yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua
hibah yang diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada
orang-orang perantara, adalah batal. (KUHPerd. 911, 1057 dst.)
184.
Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang
diberikan oleh seorang suami atau istri kepada semua anak atau salah seorang
anak dari perkawinan terdahulu istri atau suaminya, demikian pula hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan
diperkirakan akan menjadi warisan istri atau suami penghibah itu, meskipun
suami atau istri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dari penerima
hibah. (KUHPerd. 911, 1916-1?, 1921.)
184a.
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami-istri yang kawin
kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anak-anak atau keturunan dari
perkawinan mereka yang terdahulu.
185.
Juga jika ada anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian
harus dibagi rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan tentang itu
ditiadakan atau diubah oleh perjanjian kawin. (KUHPerd. 128, 156, 164.)
Bab IX - Pemisahan harta-benda
186.
Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan
harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut: 1?. bila suami,
dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang dari gabungan
harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya kehancuran; 2?. bila
karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan
untuk harta perkawinan istri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak
istri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta
perkawinan si istri, harta itu berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan
harta-benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama, adalah batal.
(KUHPerd. 105, 119. 124, 126-1 nomor 5?, 149; Rv. 819 dst., 825.)
187.
Tuntutan akan pemisahan harta-benda harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)
188.
Para Kreditur si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk
menentang tuntutan akan pemisahan harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
189.
Putusan hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum
pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal
pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 811.)
Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat
hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan
diajukan. (KUHPerd. 192.)
190.
Selama penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin
hakim, untuk menjaga, agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv.
823 dst.)
191.
Keputusan, di mana pemisahan harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila
hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu,
seperti yang ternyata dari akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu
bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak
mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim dan tidak melanjutkan
penuntutan secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv. 827.)
192.
Para kreditur si suami yang tidak campur dalam penyidangan, boleh menentang
pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan
pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)
193.
Meskipun ada pemisahan harta-benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya
rumah-tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan
dengan si suami itu, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si
suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi
tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)
194.
Istri yang berpisah harta-benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan
untuk mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat
memperoleh izin umum dari hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya.
(KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)
195.
Suami tidak bertanggungjawab kepada istrinya, bila si istri, setelah terpisah
harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang
penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang
diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut membantu dalam
mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima
oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
196.
Gabungan harta-benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas
persetujuan kedua suami-istri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan
selain dengan akta otentik. (KUHPerd. 149, 232a, 1868; Rv. 826, 830.)
197.
Bila gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya
dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa
mengurangi kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama
waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta-bersama
itu. Segala perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan
kembali gabungan harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat
yang semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)
198.
Suami-istri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan
harta-bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu belum
dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan
gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd. 232a; Rv. 828,
830.)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !