Hak-Hak Pokok Dalam Proses
Persidangan
Berdasarkan
SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 Pasal 6 ayat 1 huruf c, hak-hak utama
pencari keadilan :
- Berhak memperoleh Bantuan Hukum.
- Berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh Penuntut Umum.
- Berhak segera diadili oleh Pengadilan.
- Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan.
- Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya.
- Berhak memberikan keterangan secara bebas di hadapan hakim.
- Berhak mendapatkan bantuan juru bahasa / penerjemah jika tidak paham bahasa Indonesia.
- Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.
- Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
- Bagi orang asing berhak menghubungi / berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses persidangan.
- Berhak menghubungi / menerima kunjungan dokter pribadinya dalam hal terdakwa ditahan.
- Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang.
- Berhak menghubungi / menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum.
- Berhak menghubungi / menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan perkaranya untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya.
- Berhak mengirim / menerima surat ke / dari Penasehat hukumnya atau keluarganya setiap kali diperlukan olehnya.
- Berhak menghubungi / menerima kunjungan rohaniawan.
- Berhak diadili dalam sidang yang terbuka untuk umum.
- Berhak untuk mengajukan saksi atau saksi ahli yang menguntungkan bagi dirinya.
- Berhak segera menerima atau menolak putusan.
- Berhak minta banding atas putusan pengadilan, dalam waktu yang ditentukan undang-undang, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan dalam acara cepat.
- Berhak untuk mencabut atas pernyataanya menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
- Berhak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
Berhak menuntut ganti rugi dan
rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP
Berdasarkan SK Ketua Mahkamah Agung RI No. 76/KMA/SK/VI/2009
:
Hak Pelapor :
- Mendapatkan perlindungan kerahasian identitas.
- Mendapatkan kesempatan untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa paksaan dari pihak manapun.
- Mendapatkan informasi mengenai tahapan laporan pengaduan yang didaftarkan.
- Mendapatkan perlakukan yang sama dan setara dengan Terlapor dalam pemeriksaan.
Hak Terlapor :
- Membuktikan bahwa ia tidak bersalah dengan mengajukan saksi dan alat bukti lain.
- Meminta berita acara pemeriksaan (BAP) dirinya
Hak Institusi Pemeriksa :
- Merahasiakan kesimpulan dan hasil rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan kepada pihak Terlapor, Pelapor dan pihak-pihak lain selain kepda Pejabat yang berwenang mengambil keputusan.
- Menentukan jangka waktu yang memadai untuk menangani suatu pengaduan berdasarkan tingkat kesulitan penganganan dalam hal jangka waktu yang ditetapkan dalam pedoman ini terlampaui.
Hak-Hak Para Pihak Yang Berhubungan dengan Peradilan
- Membuat Gugatan Bagi yang Buta Huruf
Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 120 HIR dinyatakan bahwa “Hakim (Ketua Pengadilan) wajib
mendengar uraian gugatan lisan yang disampaikan seorang penggugat yang buta
aksara. Uraian lisan tersebut dicatat, kemudian disusun dalam bentuk gugatan
atau permohonan."
- Pengarahan Tata Cara Izin Prodeo
Bagi masyarakat
miskin, hukum acara membuka kemungkinan untuk berperkara secara prodeo atau
tanpa biaya, yang diatur dalam Pasal 237-245 HIR.
- Penyempurnaan Surat Kuasa
Syarat formal keabsahan
Surat Kuasa Khusus :
- Harus berbentuk tertulis
- Dapat
berupa akta di bawah tangan.
-
Dapat berupa akta yang dibuat Panitera Pengadilan yang dilegalisir oleh Ketua
Pengadilan.
- Dapat berupa akta otentik yang dibuat oleh Notaris.
- Dapat berupa akta otentik yang dibuat oleh Notaris.
- Harus menyebut nama para pihak yang berperkara dan kompetensi realtif.
- Harus menegaskan tentang hal yang disengketakan termasuk jenis dan obyek sengketa.
- Merinci batas-batas tindakan yang dapat dilakukan penerima kuasa.
- Perbaikan Surat Gugatan
Banyak cacat
formasi yang dapat menyebabkan suatu surat gugatan atau permohonan tidak
sempurna, misal obscuur libel, error in persona, atau dari sudut
kewenangan relatif atau absolut. Sepanjang perbaikan yang dianjurkan menyangkut
masalah formal, hal tersebut masih dianggap dalam batas-batas yang dibenarkan
undang-undang. Kecuali perbaikan yang mengandung perubahan materiil atau pokok
perkara, sudah dianggap di luar batas kewenangan pemberian bantuan.
- Penjelasan Alat Bukti yang Sah
Penjelasan
kepada para pihak yang berperkara mengenai apa saja yang dapat diajukan sebagai
alat bukti yang sah, dianggap masih dalam batas fungsi kewenangan aktif memberi
bantuan. Misal penjelasan tentang saksi, sangat penting dijelaskan hakim agar
saksi yang diajukan efektif, sehingga para pihak berperkara dalam proses
pemeriksaan terrhindar dari pemborosan biaya dan waktu. Syarat formil dan
materiil sebagai saksi harus dipenuhi, sehingga tidak terjerumus untuk hanya
menampilkan saksi yang bersifat testimonium de auditu, yang sama sekali
tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah.
- Penjelasan Cara Mengajukan Bantahan dan Jawaban
Terutama seluk
beluk mengenai eksepsi yang ditentukan dalam Pasal 136 HIR, hal tersebut perlu
dijelaskan oleh hakim, termasuk penjelasan tentang akibat ketidakhadiran dalam
persidangan berikutnya yang bisa berakibat pemeriksaan dilanjutkan terus tanpa
bantahan dari pihak yang tidak hadir.
- Bantuan Upaya Hukum
Banyak orang
awam dalam masalah hukum dan miskin dalam pembiayaan sehingga tidak sanggup
membayar jasa penasihat hukum. Misal bantuan dalam pembuatan surat gugatan yang
murni data digali dari Pemohon dan bukan rumusan pejabat pengadilan. Dalam hal
banding atau kasasi juga perlu dijelaskan batas waktu/tenggang pengajuan
perkara, serta pentingnya memori kasasi dalam pengajuan perkara kasasi.
Terhadap pemohon kasasi yang buta hukum, pengadilan dapat memberi bantuan
merumuskan secara singkat alasan memori yang disampaikan oleh pemohon, sehingga
sebagai Warga Negara Indonesia mereka tetap mendapatkan pelayananan hukum
secara maksimal tanpa pengecualian.
Hak Untuk Memperoleh Ganti Rugi dan Rehabilitasi Ganti Rugi
Ganti Kerugian
Pasal 1 angka 22 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
“Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Pasal 95
(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh
tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan
lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang
praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
(3) Tuntutan ganti kerugian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana
atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang
bersangkutan.
(4) Untuk memeriksa dan memutus
perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh
mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang
bersangkutan.
(5) Pemeriksaan terhadap ganti
kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.
Pasal
96
(1) Putusan pemberian ganti kerugian
berbentuk penetapan.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai
alasan bagi putusan tersebut.
Rehabilitasi
Pasal 1 angka 23 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
“Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.”
Pasal
97
(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Rehabilitasi tersebut diberikan
dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Permintaan rehabilitasi oleh
tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke
Pengadilan Negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
(4) Seseorang berhak memperoleh
rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari
segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(5) Rehabilitasi karena terdakwa
dibebaskan, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam putusan wajib dicantumkan
rehabilitasi dengan rumusan sebagai berikut: "Memulihkan hak terdakwa
dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya."
Sumber:
- UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 38.
- UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 38.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !